Showing posts with label Psikologi. Show all posts
Showing posts with label Psikologi. Show all posts

Belum Cukup Usia, Jangan Paksa Anak Bersekolah

Thursday, February 28, 2013

Karna lagi pusing 7 keliling nyari SD buat Tabee (padahal SD nya masih staun lagi) yang ternyata sama harganya sama masuk kuliah xixixixi...akhinya nemu lah artikel ini yang sedikit menenangkan hati (walo tetep aja maksain Tabee masuk SD di umur 6 tahun nanti)
Kabarnya salah satu skul fave di Bandung skarang ada aturan baru, kalo SD harus 7 taun. Wahhh, dasar bunda2 rempong, langsung deh tanya sana sini sampe akhirnya telpon ke skul nya. Tenangggg tnyata taun depan Tabee bisa masuk SD soalnya 6 tahun nya kan pas Maret.
Nahhh...tnyata emang ada alesannya knapa anak harus udah cukup usia kalo mu masuk SD.
Baca aja yaaa....

Psikolog anak, Roslina Verauli, mengatakan bahwa usia harus menjadi pertimbangan orang tua dalam mengambil keputusan untuk memulai pendidikan formal pada anak. Pasalnya, jika anak dipaksa bersekolah saat usianya belum sesuai maka dampaknya kurang baik ke depannya.
"Lihat usianya dulu. Jangan dipaksakan. Karena teman seusia atau sebaya dalam satu kelas itu bisa membuat mereka frustrasi," kata Roslina kepada Kompas.com, Senin (14/1/2013).
Kendati demikian, ia tidak menampik bahwa ada anak-anak yang mampu menyesuaikan diri dan belajar bersama dengan teman yang usianya lebih tua. Contoh saja, siswa kelas satu SD biasanya berusia enam hingga tujuh tahun, tapi ada anak berusia lima tahun sudah duduk di bangku SD dan kemampuannya setara.
"Memang awalnya bisa. Tapi itu untuk saat ini saja. Kita harus lihat efek ke depannya," jelas Roslina.
"Sekarang kelas satu masih bisa sama dan mengejar pelajaran. Tapi saat kelas empat nanti, teman-temannya sudah memasuki fase yang berbeda karena beda usia. Ini akan membawa pengaruh bagi anak tersebut," imbuhnya.
Untuk itu, orang tua harus melihat usia buah hatinya. Jika memang masih terlalu kecil maka akan lebih bijak untuk memilihkan taman bermain yang sesuai karakternya. Meski terkadang anak sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung pada usia dini, hal itu bukan jaminan anak siap bersekolah.
Dalam hal ini, yang perlu dikembangkan adalah pengajaran dari orang tua di rumah dan komunitas yang tepat bagi anak untuk bermain dan berinteraksi. Orang tua bisa terus mengasah kemampuan membaca dan menulis anak dengan sederhana.
Hal utama yang tak boleh terlupakan adalah mengenali kebutuhan anak Anda. Tak hanya soal kebutuhannya yang terkait usia, tetapi juga keunggulan dan kelemahannya, juga kesenangannya. Lalu, libatkan anak dalam memutuskan sekolah yang tepat.
Memilih sekolah bukan merupakan hal yang mudah. Nantikan sejumlah pengalaman orang tua dalam mencari dan memutuskan sekolah yang tepat untuk buah hatinya.

Sumber: Kompas


Tahapan Terjadinya Stres

Wednesday, November 16, 2011

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. Amberg (dalam Hawari, 2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :

1. Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: 1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting); 2) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya; 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

2. Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut: 1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar; 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang; 3) Lekas merasa capai menjelang sore hari; 4) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort); 5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar); 6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang; 7) Tidak bisa santai.

3. Stres Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu: 1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag”(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare); 2) Ketegangan otot-otot semakin terasa; 3) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat; 4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (Late insomnia); 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa loyo dan serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

3. Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit; 2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit; 3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate); 4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari; 5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan; Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan
kegairahan; 6) Daya konsentrasi daya ingat menurun; 7) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

4. Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion); 2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana; 3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder); 4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

6. Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut: 1) Debaran jantung teramat keras; 2) Susah bernapas (sesak dan megap-megap); 3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran; 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan; 5) Pingsan atau kolaps (collapse). Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

Sumber: http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2010/10/08/tahapan-terjadinya-stres/

PAHAMI MENGAPA ANDA MARAH

Friday, October 14, 2011

“Membiarkan Diri Meledakkan Emosi Marah Adalah Perbuatan Yang Paling Tidak Cerdas, Yang Hanya Akan Menciptakan Lebih Banyak Orang Sakit Hati Di Sekeliling Diri Anda.” – Djajendra


Salah satu perilaku yang wajib untuk dikendalikan adalah marah. Perilaku marah adalah perilaku yang berpotensi menimbulkan konflik ataupun kekerasan. Ketika Anda mengeluarkan kata-kata dalam nada marah, orang yang menerima kata-kata marah tersebut pasti akan merasakan terintimidasi atau terhina.

Marah selalu ada dalam diri semua orang, dan hanya orang-orang yang mau belajar mengelola dan mengendalikan marah, yang biasanya bisa keluar dari perilaku marah.  Menjadi seorang pemarah adalah perbuatan yang hanya akan mengurangi sifat baik dan energi baik diri.
Perilaku marah hanya akan menciptakan lebih banyak musuh. Bila saat ini Anda berada dalam kekuatan dan kekuasaan, maka orang-orang yang suka Anda marahi akan menjadi musuh dalam selimut. Mereka terpaksa akan diam untuk menerima marah Anda, karena ketidakberdayaan diri mereka. Tetapi, saat kekuatan dan kekuasaan Anda memudar, mereka pasti melawan dan memarahi Anda kembali.

Pada umumnya, seseorang menjadi pemarah disebabkan oleh banyak faktor. Mulai dari stres yang terus menerus di dalam hidupnya dan pekerjaannya; ketegangan demi ketegangan yang membuat hidupnya dalam intimidasi dan rasa takut; tubuh dan pikiran yang tidak bisa tidur, karena pikiran terus bekerja untuk memikirkan banyak hal, dan mengakibatkan kurang tidur secara normal dalam jangka waktu panjang; penyakit jiwa kronis; hubungan yang  tidak harmonis dan penuh dendam; karakter atau kepribadian yang agresi, kasar, dan suka kekerasan; dan hubungan yang terpecah oleh konflik batin yang berkepanjangan.

Sekarang coba pahami, mengapa Anda harus marah? Lakukan sebuah evaluasi terhadap kepribadian Anda, melalui kesadaran diri Anda yang tertinggi. Bersikaplah secara jujur untuk mengeluarkan diri Anda dari kekuasaan dan kekuatan emosi marah.

Setelah Anda memahami sumber awal emosi marah Anda, mulailah miliki kesadaran diri yang tinggi, untuk berlatih secara rutin dan tekun, agar emosi marah Anda hilang dari diri Anda.
Bila emosi marah Anda bersumber dari rasa frustrasi Anda terhadap orang-orang di sekitar Anda, yang mungkin tidak berperilaku atau bekerja sesuai harapan dan rencana Anda; Anda harus mengeluarkan rasa frustasi itu dari dalam diri Anda. Lalu, secara sadar mencari solusi untuk membuat orang-orang di sekitar Anda itu menjadi seperti yang Anda inginkan.

Belajarlah secara terus –menerus untuk menjadi pribadi yang cerdas mencegah ekspresi kekerasan yang ditimbulkan melalui aura diri Anda.

Jadilah pemimpin atau pribadi yang memberikan pencerahan kepada orang-orang di sekitar Anda, untuk tidak menjadikan perbedaan pendapat sebagai ajang tempat marah-marahan.
Belajarlah untuk tidak mengatakan atau mengeluarkan kata-kata, nada, suara, bahasa tubuh, atau ekspresi diri yang dapat melukai hati orang lain.

Miliki jiwa besar yang bijaksanan untuk memecahkan semua potensi konflik dan kesalahpahaman, serta mengarahkannya kepada hal-hal positif yang produktif untuk kebahagian dan kemanfaatan bersama.



Ditulis Oleh  :  DJAJENDRA
Sumber         :  www.djajendra-motivator.com 

Pengaruh Ucapan Terima Kasih

Sunday, September 25, 2011

Ucapan terima kasih mungkin seringkali Kita dengar atau ucapkan, namun sadarkah pengaruh dari ucapan tersebut pada diri Kita dan yang menerimanya ?

Penelitian yang dipublikasikan di Psychological Science melihat efek ucapan terima kasih terhadap kekuatan komunal, tingkat tanggung jawab yang dirasakan seorang teman atau pasangan kepada yang lain. Sedang penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa ucapan terima kasih menguatkan hubungan dengan meningkatkan kepuasan.

Hasil riset menunjukan, mengucapkan terima kasih, tak hanya membantu orang yang menerima ucapan itu, namun juga yang mengucapkannya. Ucapan itu juga mampu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dalam bersikap saat menjalani sebuah hubungan sosial. Ekpresi wajah saat mengucapkan terima kasih menggambarkan Anda menjadi seorang yang bertanggung jawab terhadap orang-orang disekitar Anda.

Meski riset terdahulu menyimpulkan ekspresi saat mengucapkan terima kasih menghadirkan kepuasan dalam sebuah hubungan sosial, riset paling anyar yang dipublikasi secara online dalam psychological Science mencatat, ekspresi saat mengucapkan terima kasih tidak hanya menghadirkan kepuasan dalam sebuah hubungan melainkan kekuatan komunal di dalamnya, sebuah tingkatan tanggung jawab yang mencakup orang-orang di sekitar dan lingkungan.

Pemimpin riset, Nathaniel Lambert dari Florida State University, Tallahassee menyatakan hasil riset begitu logis. “Ketika Anda mengekspresikan ucapan terimakasih, Anda terfokus pada hal baik yang telah dilakukan untuk Anda. Hal ini membuat Anda berpikir positif dan membantu Anda untuk fokus pada jalan yang benar,” katanya kepada Healthday, akhir pekan lalu.

Sebelumnya, Lambert dan kolega meriset ulang melalui tiga riset berbeda tentang mengekspresikan ucapan terima kasih membantu seseorang memperkuat hubungannya dengan orang lain.

Di riset pertama, 137 mahasiswa mengikuti rangkaian survey bagaimana mereka mengekpresikan terima kasih kepada teman atau kerabatnya. Hasil survey menunjukan, ucapan terima kasih berhubungan dengan persepsi seorang yang begitu kental dengan ikatan komunalnya.

Pada riset kedua, 218 mahasiswa yang ditanyai melalui sebuah survei mengaku mengalami perubahan persespsi saat berinteraksi sosial dengan orang-orang terdekat dan lingkungan sekitarnya.

Memasuki riset ketiga, Lambert dan kolega melibatkan 75 laki-laki dan perempuan yang kemudian secara acak diharuskan memilih satu dari empat kelompok yang ada dan mengikuti aktivitas kelompok yang dipilih lebih dari tiga minggu.

Kelompok pertama diharuskan mengucapkan terima kasih kepada teman. Kemudian di kelompok kedua, individu harus bercerita tentang teman-teman mereka. Kelompok ketiga, bercerita tentang aktivitas keseharian dan kelompok keempat berbicara tentang sisi positif berinteraksi dengan teman.

Dari empat kelompok tadi, kelompok pertama cenderung menghargai sebuah bentuk hubungan sosial ketimbang kelompok lain. “ Seseorang yang mengucapkan terima kasih begitu terbuka pada hubungan sosial, lebih komunal, mau berkorban dan membantu individu lain,” kata Lambert.

Ia juga melihat individu yang gemar mengucapkan terima kasih nantinya mengharapkan individu lain juga melakukan hal serupa. “Dalam hubungan kemasyarakatan sekarang ini, sebagian individu tidak melihat apa yang dilakukan untuk mereka. Itu hanyalah krikil kecil tentang ucapan terima kasih. Hal itu berpotensi merubaharah peluru negatif menuju kepada pandangan positif di sebuah hubungan,” katanya.

Secara terpisah, Pakar Psikolog dari University of Califormia Davis, Robert Emmons dalam bukunya berjudul Thanks!: How the New Science of Gratitude Can Make You Happier menyatakan ucapan terimakasih dapat merajut dan mengikat orang-orang ke dalam hubungan timbal balik. “Tantangan terbesar riset adalah laki-laki lebih sulit mengucapkan terima kasih,” singkatnya.

“Ketika seseorang tidak merasakannya, riset secara kuat menunjukan mengucapkan terima kasih akan membimbing individu paa keterikatan secara emosi,” tuturnya.

Nah sudahkah Anda membiasakan mengucapkan terima kasih kepada rekan, keluarga atau konsumen Anda?



Sumber: http://artikel-manajemen.blogspot.com 

Stress Menyebabkan Berat Badan Meningkat

Tuesday, August 9, 2011

"Stress adalah pintu utama dan terbesar menuju kegemukan. Kegemukan akhirnya juga menambah beban stress. Akhirnya menjadi suatu lingkaran setan yang semakin menjauhkan seseorang dari hidup panjang yang berkualitas."- Ade Rai

Kebanyakan orang yang dalam keadaan stress menjalankan pola makan yang tidak sehat, mengalami berat badan bertambah, peningkatan lemak perut, dan tidak cukup berolahraga. Stress memicu tubuh melepaskan hormon kortisol yang mempromosikan penyimpanan lemak. Peneliti pada Institute Kanker University of Pittsburgh menemukan stress terus-menerus mempromosikan berat badan yang bertambah. Orang tua dari penderita kanker mengalami peningkatan berat badan hampir 2 kg dalam 3 bulan daripada orang tua dari anak yang sehat. Kurangnya olahraga adalah penyebab utama peningkatan berat badan tersebut. (Int J Obes, 29:244-250, 2005)

Stress adalah hal yang tidak menyehatkan ditinjau dari sudut mental (psikis) maupun fisikal. Olahraga adalah salah satu cara terbaik untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan fisik, sekaligus jurus ampuh mengendalikan stress. Jadi fitnesmania, olahraga bukan saja untuk kesehatan fisik tapi juga untuk kesehatan mental!


Penulis : Ade Rai - Health Ambassador & Fitness Motivator

Sumber: http://www.andriewongso.com

Menulislah Jika Tubuh Terasa Sakit Karena Bisa Menyembuhkan

Tuesday, July 5, 2011

Jika merasa sakit atau ada sesuatu yang salah pada tubuh Anda, sebaiknya tuliskanlah keluhan-keluhan tersebut dalam kata-kata positif pada diary atau blog pribadi Anda. Studi membuktikan menulis punya kekuatan untuk penyembuhan dan meringankan penyakit.

Inilah yang dilakukan survivor kanker yang juga seorang penulis, Amanda Enayati. Saat didiagnosis kanker, hal pertama yang ia lakukan adalah menelepon suami dan keluarganya, karena ia merasa tak bisa menanggung kesedihan sendiri.

Kemudian hal kedua yang dilakukannya adalah menulis di blog dengan tulisan yang diberi judul 'The Second Half of My Life'.

Berikut adalah kata-kata yang Amanda tulis dalam beberapa menit pertama:

Anda mungkin tidak akan percaya hidup saya. Dalam cahaya tertentu ini akan terbaca seperti sebuah ensiklopedia dari tragedi: revolusi, penyakit, isolasi, disfungsi, terorisme, kegagalan dan penarikan (withdrawal). Sebelum Anda pergi, biarkan saya juga memberitahu bahwa jika Anda bertemu saya, Anda mungkin berpikir saya adalah orang bahagia yang tidak pernah hidup.

"Menulis itu otomatis, intuitif (mengikuti kata hati) dan hampir tidak sadar bagi saya. Tetapi karena waktu berlalu, saya merasa yakin bahwa hal itu telah membantu menyelamatkan hidup saya, meskipun saya tidak berani mengungkapkannya karena takut terdengar tidak rasional," jelas Amanda Enayati, seperti dilansir CNN, Jumat (1/7/2011).

Menurutnya, menulis adalah kebutuhan dasar manusia untuk menceritakan sebuah cerita, termasuk cerita hidupnya. Hal ini bisa mengurangi tingkat stres yang akhirnya bisa meringankan penderitaan yang dirasakannya.

Sebuah studi yang dilakukan Dr. James Pennebaker, profesor dan ketua Departemen Psikologi di University of Texas di Austin, juga menemukan korelasi antara pengalaman traumatis dan peningkatan jumlah masalah kesehatan.

"Stres mayor dalam hidup mempengaruhi kesehatan fisik. Sama sekali tidak ada keraguan bahwa memiliki pergolakan yang serius dalam hidup Anda dikaitkan dengan perubahan biologis yang berpotensi merugikan, seperti peningkatan aktivitas kardiovaskular, menurunkan fungsi kekebalan tubuh, peningkatan risiko serangan jantung," ujar Dr. Pennebaker.

Pada studi pertamanya yang diterbitkan tahun 1986, Dr. Pennebaker mempelajari bagaimana menulis dan mengungkapkan trauma yang dirahasiakan dapat membantu meringankan penyakit seseorang.

Dr. Pennebaker membuat dua kelompok yang dibagi menjadi kelompok yang menuliskan keluhan atau traumanya dan kelompok kontrol sebagai pembandingnya.

Hasilnya, enam bulan berikutnya kelompok yang menuliskan kisah traumatisnya mengalami penurunan tingkat penyakit dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak menuliskan kisah traumatisnya.

Dalam studi lain pada tahun 1990-an, orang dengan AIDS yang menuliskan kisah tentang diagnosa dan bagaimana AIDS mempengaruhi kehidupannya, ternyata bisa mengalami peningkatan yang bermanfaat dalam jumlah sel darah putih dan penurunan virus.

Studi demi studi yang dilakukan Dr. Pennebaker membuatnya menyimpulkan bahwa menuliskan pengalaman negatif dalam kata-kata tampaknya memiliki efek positif pada fisik dan juga psikologis.

Dr. Pennebaker juga mempelajari bagaimana nuansa cara menulis dapat membantu orang untuk sembuh. Salah satunya yang mampu menuliskan hal-hal positif dalam tulisannya, seperti 'cinta', 'peduli', 'bahagia' dan 'sukacita', yang tampaknya lebih bermanfaat daripada yang lain.

"Bahkan jika orang mengatakan 'tidak ada yang peduli dengan saya' atau 'saya tidak mencintai siapa pun,' yang berarti mereka masih memikirkan dimensi kebahagiaan. Lebih baik mengatakan 'Anda tidak puas' daripada mengatakan 'Anda sedang sedih'," jelas Dr. Pennebaker.

Penelitian lain juga dilakukan Nancy Morgan dari Georgetown's Lombardi Cancer Center. Pada saat ia menciptakan program menulis ekspresif di Lombardi pada tahun 2001, ia telah kehilangan ibu dan suaminya karena kanker.

Melalui program tersebut dia mengadakan workshop penulisan untuk pasien, pendeta, perawat, pekerja sosial dan mahasiswa kedokteran. Penelitian Morgan menunjukkan korelasi yang signifikan antara ekspresi diri dan cara pasien kanker berpikir tentang penyakit mereka, serta perbaikan fisik tertentu pada kesehatan mereka.

"Yang mengejutkan saya adalah kesamaan dalam menulis. Hampir setiap orang yang menguraikan shock saat menerima diagnosis kanker hingga beberapa tingkat penerimaan suatu bentuk rasa syukur dari beberapa transformasi tertentu dalam hidupnya," jelas Morgan.

Pengertiannya adalah, lanjut Morgan, 'kanker bukan hadiah' tetapi mengajarkan bagaimana pasien menghargai karunia dalam hidup mereka.

"Para pasien tampaknya menemukan jalan keluar dari kegelapan dan saya percaya menulis membantu mereka melakukan itu," ujar Morgan.
 


Sumber : http://www.detikhealth.com/read/2011/07/01/120616/1672509/766/menulislah-jika-tubuh-terasa-sakit-karena-bisa-menyembuhkan

Are You Happy with Your Life (and Your Job) Now?

Monday, May 23, 2011

Hidup pada akhirnya memang selalu penuh dengan tikungan. Ada kalanya kita berada pada parade keberhasilan yang membuat kita mabuk dalam ekstase keriangan. Ada pula saat ketika kita terpeleset, terpelanting dan terpuruk dalam segores duka. Toh dalam lingkaran jatuh dan bangun itu, hidup harus terus dijalankan. Kita terus berproses dan bertumbuh “menjadi manusia”. Becoming a true person, demikian Erich Fromm pernah berujar dalam risalahnya yang terkenal itu, On Being Human.
 
Namun mungkin ada kalanya kita perlu berhenti sejenak, mengambil rehat, dan melakukan kontemplasi. Sekarang tataplah screen (layar) laptop atau komputer Anda. Lihatlah screen yang ada di depan Anda ini sebagai sebuah cermin…..lalu bayangkanlah, kira-kira lima tahun dari sekarang, potret apa yang tergambar dalam layar di depan Anda ini. 

Apakah yang tergambar dalam bayangan itu adalah figur Anda sebagai seorang saudagar sukses dengan omzet bisnis ratusan juta per bulan, dengan sebuah apartemen indah di Dharmawangsa Residence? Atau yang muncul adalah gambaran Anda sebagai seorang manajer sukses bergaji 30 juta perbulan, dengan sebuah SUV nongkrong di garasi rumah? Atau yang justru tergambar di layar adalah gambaran Anda sebagai seorang guru mengaji di sebuah surau kecil di kampung halaman Anda, nun jauh disana, di sebuah kampung dimana segenap ambisi materi dan duniawi menjadi lenyap, karena disitu yang ada hanyalah “keheningan, kedamaian dan kebersahajaan”?

Saya tak tahu. Sungguh saya tak tahu apa yang dalam imajinasi Anda tentang masa depan hidup yang ingin Anda ukir. Namun apapun pilihan hidup masa depan Anda, barangkali tetap tersisa satu hal yang layak dicatat : pilihan itu sebaiknyalah didasari oleh passion Anda. Ya, passion. Atau gairah yang membuncah. Atau rajutan tekad yang menghujam di hati.

Life is too short my friends, and you know what, setelah itu kita semua akan mati. Sebab itu, mungkin yang tersisa adalah sejumput kesia-sian jika sepanjang hidup, kita hanya melakoni pekerjaan yang full of bullshit. Dan bukan menekuni pekerjaan yang menjadi passion kita, tempat dimana kita bisa mereguk secangkir kebahagiaan sejati…… Tempat dimana kita selalu tak sabar menunggu hari esok tiba – karena setiap hari selalu dihiasi oleh “the beauty of meaningful work and life”. Jadi adakah hidup dan pekerjaan yang Anda lakoni sekarang sudah benar-benar menjadi passion Anda? Adakah Anda telah menemukan secercah embun kebahagiaan dalam segenap hidup dan pekerjaan Anda?

Lalu, setelah passion, barangkali ada dua elemen kunci yang juga layak di-stabilo : persistensi dan determinasi. Kalaulah Anda sudah menemukan tujuan hidup dan pekerjaan yang menjadi passion Anda, maka kejarlah impian Anda dengan persisten : dengan kegigihan, dengan keuletan dan dengan ketekunan. Kita tahu, banyak orang membentur kisah kegagalan bukan karena mereka bodoh atau tak punya bakat. Bukan itu. Mereka gagal karena menyerah di tengah jalan. Quit. Berhenti dan tak mau meneruskan lagi upayanya dengan gigih.
Kita semua pasti pernah mengalami kegagalan. Namun bukan berarti ini mesti membuat kita berhenti dan menyerah kalah. Orang bijak belajar dari kesalahan dan kegagalan yang mereka lakukan, dan kemudian berproses untuk kembali menemukan jalur pencapaian tujuan hidup mereka. Ditengah tantangan yang terus mengerang dan jalan kehidupan yang terjal penuh tikungan, mereka terus menderapkan kaki : sebab mereka percaya pada akhirnya, cahaya keberhasilan itu pelan-pelan bisa dinyalakan. Mereka terus berjuang dengan persisten. Dengan penuh passion. “And we’ll keep on fighting till the end……”, begitu paman Freddy “Queen” Mercury pernah berdendang.

Setelah passion dan persistensi, maka elemen terakhir yang juga harus dipeluk erat adalah ini : determinasi. Atau komitmen yang menggumpal. Atau dedikasi yang terus mengalir. Atau selalu fokus pada satu tujuan akhir yang jelas. Orang yang punya determinasi selalu percaya bahwa they create their own destiny (tentu dengan restu dari Yang Diatas). Mereka selalu percaya bahwa merekalah yang paling bertanggungjawab untuk merajut masa depan dan nasib hidup mereka sendiri. Bukan orang lain.

Orang yang memiliki determinasi karenanya, tak pernah mau menyalahkan orang atau pihak lain manakala dihadang oleh segumpal tantangan hidup. Mereka lebih suka selalu menelisik akar masalah dan lalu mencoba mengukir solusi untuk menghadapi tantangan yang menghadang. Mereka juga enggan mengeluh ketika dihantam oleh berderet problem kehidupan dan beban pekerjaan yang kian menggurita. Sebab mereka percaya, mengeluh hanyalah layak untuk para pecundang. Dan sungguh, mereka tak pernah mau disebut sebagai para pecundang.

Itulah tiga elemen – yakni passion, persistensi dan determinasi – yang mungkin mesti kita dekap dengan penuh kesungguhan kala kita ingin merengkuh jejak kebahagiaan dalam sejarah hidup kita yang amat pendek ini. Yang pertama, temukan passion, kegairahan sejati dalam jejak hidup yang ingin Anda tapaki. Lalu, bergeraklah, bergeraklah dengan penuh persistensi. Dengan spirit kegigihan yang terus berpendar. Kemudian jalani itu semua dengan nyala determinasi yang menggumpal.
Selamat berjuang, kawan !! Selamat berjuang merengkuh kebahagian hakiki dalam hidup dan pekerjaan Anda. Salam, doa dan peluk hangat dari saya untuk keberhasilan Anda semua….

Sumber: http://strategimanajemen.net

Ibu Rumah Tangga atau Wanita Karir?

Friday, May 6, 2011

Jiahhhhh pilihan berattttt...pengennya sihhhh sih ibu RT aja...baca dulu ahhhh sapa tau ada ide untuk brenti kerja...heheheh...


Sebagai ibu kita seringkali dihadapkan pada dua pilihan antara menjadi ibu rumah tangga seutuhnya demi keluarga atau menjadi wanita karir demi aktualisasi diri. Apapun pilihan anda, semua punya kelebihan dan kekurangan yang patut anda pertimbangkan masak-masak. Bagi mommies yang masih bingung menetukan pilihan, berikut beberapa alasan yang mungkin berguna bagi anda dalam membuat keputusan.




9 Alasan Memilih Menjadi Ibu Rumah Tangga

  • Tuntutan keluarga untuk berhenti kerja
  • Memiliki waktu yang sangat fleksibel untuk keluarga
  • Anak-anak membutuhkan keberadaan sosok ibu di rumah
  • Tidak menyukai pekerjaan
  • Pendapatan suami sudah mencukupi
  • Tempat kerja jauh dari rumah, biaya dan rasa capek dirasa impas dengan gaji
  • Malas terikat atau diatur-atur orang lain
  • Kondisi anak yang tidak memungkinkan pengasuhannya diserahkan kepada orang lain. Misalnya anak sakit-sakitan atau mengidap penyakit tertentu.
  • Demi alasan kesehatan sendiri, karena menjalankan tanggungjawab pekerjaan sekaligus tanggung jawab rumah tangga membutuhkan kondisi kesehatan yang fit.


9 Alasan Memilih Menjadi Wanita Karir

  • Pendidikan tinggi, sayang jika tidak dimanfaatkan.
  • Orang tua menginginkan anda bekerja.
  • Penghasilan suami belum mecukupi.
  • Bekerja adalah aktualisasi diri dan sebagai ajang sosialisasi.
  • Punya kebebasan finansial, tidak harus bergantung sepenuhnya pada suami.
  • Untuk menunjang kebutuhan sendiri, misalnya membantu keluarga tanpa meminta dari suami.
  • Bekerja membuat anda merasa dihargai.
  • Anak-anak dan suami bangga jika anda bekerja.
  • Bekerja dapat menambah wawasan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pola asuh anak-anak.

Di antara 2 pilihan di atas, bagian mana yang paling sesuai dengan kondisi
Mommies saat ini? Selebihnya, diskusikan masalah ini dengan pasangan sebelum mengambil keputusan, agar tidak ada penyesalan di kemudian hari.

(sumber: www.jawaban.com)


Sumber : http://www.kafebalita.com  

ala bumbaaa... Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template for Bie Blogger Template Vector by DaPino