[AbaTabee] Dokter Hewan

Wednesday, October 3, 2012

Coba anda tanyakan kepada salah satu anak yang tinggal di perkotaan tentang apa yang mereka cita-citakan nanti ? sulit kiranya yang akan menemukan jawabannya, “Saya ingin menjadi seorang dokter hewan”, akuilah itu. Khususnya untuk orang yang tinggal di perkotaan dimana hewan sudah bukan merupakan symbol dari kesuksesan  atau rasa gengsi, maka tidaklah banyak orang kota yang mempunyai hewan/ternak peliharaan, misalnya sapi, ayam dan domba. Yang tersisa hanyalah binatang-binatang fancy, misalnya anjing dan kucing dan juga tidak ketinggalan burung kicauan. Sehingga orang-orang kota lebih memilih menjadi seorang dokter (manusia) dari pada dokter hewan, karena profesi dokter (relative) masih disegani di masyarakat, baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Lain halnya kalau kita pergi ke suatu daerah yang merupakan sentra peternakan, baik itu sentra peternakan sapi perah, sapi potong, domba dan ayam.  Di sana, profesi dokter hewan merupakan salah satu profesi primadona yang masih dicita-citakan oleh banyak orang. Pemikiran sederhananya sangat mudah, yaitu karena biasanya penduduk di daerah memiliki piaraan hewan/ternak, walau hanya dengan skala kepemilikan 3-5 ekor per keluarga, tapi karena dipelihara secara masal oleh banyak orang maka potensi terkena penyakit ternak semakin tinggi pula. Dan disaat seperti itu lah, profesi dokter hewan begitu disanjung, digugu dan ditiru oleh masyarakat di daerah tersebut.
Mengaca kepada kebutuhan dokter hewan di Provinsi Jawa Barat, seharusnya tidak ada dokter hewan yang menjadi “pengangguran” di Jawa Barat, karena dengan area cakupan pelayanan kesehatan hewan yang sangat luas dan jumlah populasi ternak yang cukup banyak, maka sangat wajar kalau profesi dokter hewan menjadi profesi yang langka di Jawa Barat.  Kebutuhan Dokter Hewan yang cukup tinggi tidak disertai oleh dukungan sarana pendidikan yang cukup mengingat hanya dua universitas di Pulau Jawa yang menyediakan Fakultasi Kedokteran Hewan, yaitu IPB dan UGM.
Ada satu kesamaan antara Dokter Hewan dan Dokter Anak, yaitu tidak bisanya komunikasi secara langsung antara pasien dengan dokternya. Seorang dokter anak tidak mungkin dapat menanyakan sesuatu kepada seorang dibawah umur 4 tahun, karena mereka belum memahami isi dari pertanyaan dokter. Begitu pula dengan dokter hewan, yang harus dapat melakukan komunikasi khusus dengan pasiennya, yaitu binatang dan hewan ternak yang sakit. Satu-satunya cara adalah dengan memeriksa secara langsung kondisi si “pasien” nya dan atau menanyakan kepada pemilik hewan/ternak tentang aktivitas – aktivitas yang tidak umum terjadi kepada binatang/hewan piaraannya.
Hanya saja, kalau boleh jujur, profesi dokter saat ini diakui atau tidak sudah sangat ternoda, karena sudah menjadi komersiil. Orang-orang menjadi sungkan berobat ke dokter karena mahalnya harga jasa pemeriksaan oleh Dokter. Jangan tanya lagi tentang harga obatnya, itu sudah masuk ke area industry, dimana profit sudah menjadi orientasi utama. Tapi yang harus digarisbawahi adalah jasa pemeriksaannya yang sangat mahal. Padahal, kalau kata sepuh kita dulu, dalam profesi dokter itu menempel kewajiban untuk melayani masyarakat, untuk memberi pertolongan kepada masyarat sehingga profesi dokter itu merupakan profesi yang dianggap sangat mulya.
Lalu apakah profesi dokter hewan akan sama terjebak ke dalam situasi seperti itu ? semoga para dokter hewan selalu bisa istiqomah melaksanakan kewajiban profesi dengan tetap menjadi dewa penolong masyarakat yang membutuhkan keahliannya……semoga...
1 Oktober 2012



0 Comments:

Post a Comment

ala bumbaaa... Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template for Bie Blogger Template Vector by DaPino