Disaat merasa ajalnya sudah dekat, Resi Bisma meminta salah seorang
pengawalnya untuk menyampaikan pesan kepada para Pandawa agar datang ke
Kurusetra. Saat itu, kondisi Resi Bisma sudah sangat melemah, setelah
puluhan anak panah Srikandi menancap di tubuhnya. Perang Bratayudha baru
saja usai. Resi Bisma merupakan leluhur Pandawa dan Kurawa yang menjadi
salah satu korban dari perang hebat yang berlangsung selama 20 hari
itu. Resi Bisma sangat dihormati oleh Pandawa dan Kurawa, karena
sejatinya Resi Bisma adalah Raja Hastinapura yang sesungguhnya. Seorang
pemimpin yang sakti, namun bijaksana. Dia sangat tahu bagaimana Kurawa
mendazalimi Pandawa, sangat tahu siapa yang paling benar antara Pandawa
ataupun Kurawa, namun ketika Bratayudha terjadi, Resi Bisma bisa
memisahkan antara logika berpikir dan rasa tunduk kepada takdir yang
telah ditetapkan. Resi Bisma tetap berperang melawan Indrapasta, tapi
berperang untuk Hastinapura tapi bukan untuk Kurawa, dan para Pandawa
sangat tahu akan hal itu, sehingga Pandawa masih sangat menghormati Resi
Bisma.
Bratayudha bagaikan kumpulan jutaan takdir para pengikut Pandawa dan
Kurawa. Takdir bagi seorang Gatotkaca yang sangat tahu bahwa dia akan
mati dalam peperangan ini karena harus menjadi perisai bagi pamannya
Arjuna dalam menghadapi kesaktian Adipati Karna yang juga gugur, takdir
buat seorang Arjuna yang harus kehilangan anaknya, Abimanyu, takdir buat
seorang Resi Dorna yang harus menjalani hukuman setimpal karena
kelicikan akal bulusnya, takdir kematian buat Duryudana dan Dursasana
serta seluruh kurawa lainnya yang telah berbuat licik kepada Pandawa
selama hidupnya, serta juga merupakan takdir buat seorang Resi Bisma,
sebagai seorang satria yang harus mati dalam peperangan.
Tapi di balik perang Bratayudha tersebut, sesungguhnya yang paling
diuji dalam kesabaran, adalah Ibunda dari Pandawa, Dewi Kunti, dan
Ibunda dari Kurawa, Dewi Ghandara. Bagaimana tidak, seorang Dewi Kunti
dan Dewi Ghandari, melihat seluruh anaknya, cucunya dan seluruh
keturunannya saling berperang, sedangkan Dewi Kunti dan Dewi Ghandari
berada dalam satu Istana yang sama, duduk berdampingan, bersikap saling
menghormati, saling menghargai. Ketika Bratayudha selesai, Dewi Kunti
kemudian meminta maaf kepada Dewi Ghandari karena Kurawa, anak Dewi
Ghandari, yang berjumlah 99 orang, semuanya tewas terbunuh dalam
peperangan. "Itu mungkin sudah takdir dari dewata" ujar Dewi Kunti
kepada Dewi Ghandari. Tak lama setelah Bratayudha, Dewi Kunti dan Dewi
Ghandari beserta Prabu Destarata kemudian mengasingkan diri bersama,
bersemedi, hingga mereka kemudian meninggal bersama.
Setengah berlari, pengawal Resi Bisma menuju ke Indrapasta, kemudian
menyampaikan amanat Resi Bisma kepada Yudistira. Tanpa berpikir panjang,
seluruh Pandawa ditemani oleh Sri Kresna, menuju ke Kurusetra.
Sesampainya disana, mereka melihat Resi Bisma masih dalam kondisi
tergeletak di tanah, dengan tubuh dipenuhi anak panah Srikandi, Kemudian
mereka memberi hormat dan duduk disebelah Resi Bisma. Setelah itu, Resi
Bisma menyampaikan kepada Pandawa bahwa ajalnya akan segera tiba, dan
ingin memberikan 2 buah nasihat, khususnya kepada Yudistira, yang akan
menjadi Raja, pemimpin Hastinapura. Nasihat Resi Bisma itu dikiaskan
dalam 2 buah cerita yang intinya agar Yudistira dapat menyayangi rakyat
kecil dan harus bijaksana sebagai pemimpin dalam mengambil keputusan
yang berkaitan dengan seluruh kebutuhan rakyatnya.
Melihat semuanya sudah tertidur lelap, Udin kemudian menutup pintu kamar
anak-anaknya itu. Udin selalu bersemangat bercerita tentang dunia
perwayangan kepada anak-anaknya, hal ini bukan tanpa sebab, Udin pada
saat masih kecil, begitu terpukau dengan cerita dunia pewayangan, sebuah
dunia yang begitu tampak nyata karena dapat melukiskan tata nilai
perilaku manusia dalam bernegara, dalam bermasyarakat, dan dalam
menyikapi berbagai persoalan hidup di dunia, sehingga nilai-nilai
kebaikan dalam dunia pewayangan itu yang Udin coba ceritakan kepada
anak-anaknya sebagai dongeng sebelum tidur.
Malam itu, Udin sangat lelah, pekerjaan yang begitu banyak, seakan
menguras tenaga dan pikirannya. Namun, hari itu, tidak mungkin dapat
Udin dapat lupakan, karena Udin sudah mendapatkan porsi keberangkatan
haji ke tanah suci, Alhamdulillaah. Walau harus menunggu selama 7 tahun,
mungkin itu adalah waktu yang telah Allah berikan agar Udin dapat lebih
meningkatkan ketakwaannya, sehingga dapat "lulus" menghadapi segala
cobaan dan menjadi haji yang mabrur.
Jam di kamarnya sudah menunjukan pukul 22.30, Udin segera memasang alarm pada pukul 03.15 dan Udin pun tertidur.
16 November 2012
0 Comments:
Post a Comment