Pernah denger Majalaya ? buat para sepuh yang
tinggal di kota Bandung pasti tidak mungkin tidak tahu dan pasti mengenal
dengan baik nama tersebut. Bagaimana tidak………..Pada era tahun “30 – 80’an
Majalaya dikenal sebagai kota industry tekstil Indonesia. Majalaya saat itu
tumbuh bagaikan sebuah kota mandiri dengan pertumbuhan perekonomian yang tinggi
dimana mata pencaharian penduduknya terbagi
kedalam 2 bagian, menjadi pekerja tekstil dan menjadi petani. Padahal
pada saat itu, pertanian masih mendominasi mata pencaharian penduduk di wilayah
Indonesia.
Banyaknya pabrik-pabrik tekstil itu memunculkan
para juragan tekstil yang (kembali) menjadi “legend” buat para sepuh-sepuh yang tinggal di kawasan
Bandung Selatan. H. Ondjo, H. Syukur, H. Gani, H. Hasan merupakan salah empat
dari pada juragan yang penulis tahu akan keberadaannya. Padahal mungkin jumlah
juragannya bisa mencapai belasan orang.
Pada umumnya, para juragan itu memiliki rumah di sepanjang kali Citarum
yang memang mengalir di tengah –tengah kota. Sehinggal kalau ingin melihat
sisa-sisa kejayaan dari para juragan ini, maka lihatlah rumah-rumah gedong yang
berada di jalan laswi Majalaya.
Pada umumnya para juragan tersebut
menyekolahkan anak-anaknya di kota Bandung, di SMP atau SMA Pasundan di
Alun-alun/kebon kalapa. Menurut cerita salah seorang anak dari para juragan
itu. “ kami dulu dibelikan rumah di Bandung untuk tempat tinggal karena
kebanyakan dari kami bersekolah di Pasundan. Kami diantar jemput ke sekolah
menggunakan mobil mercy. Dan setiap weekend pulang ke Majalaya.” Bagi penduduk yang tinggal di antara kota
Bandung dan Majalaya, yaitu Dayeuh Kolot dan Ciparay, melihat mobil mewah yang
melintasi jalan raya sudah tidak aneh lagi, karena memang saat itu jalan raya
yang digunakan hanya satu dan mobil-mobil para juragan tekstil selalu berlalu
lalang mengantarkan juragannya berbisnis ke kota bandung.
Tapi sekarang……Majalaya tidak ubahnya bagaikan
kota terkutuk. Padahal pada masa kejayaannya, Kota Dollar adalah sebutan buat
Malalaya karena mampu mengekspor tektil berbagai belahan Negara di dunia. Kemewahan kota saat ini tidak bersisa.
Rumah-rumah gedong yang kosong, itulah sisa kejayaan yang masih bisa kita lihat
sekarang. Alun-alun nya tampak sangat semrawut oleh para pedagang kaki lima
yang berjualan seenaknya. Kretek/delman membuahkan polusi udara akibat
kotorannya yang bersebaran di jalan-jalan. Padatnya penduduk dituding menjadi
penyebabnya. Dan Banjir besar setiap tahun akibat luapan Sungai Citarum membuat
Majalaya sempurna menjadi kota tak berdaya.
Lalu, kenapa masih banyak orang yang tinggal di
sana ? apakah yang menjadi magnet bagi orang – orang tersebut ? apakah faktor
sejarah ? atau orang-orang tersebut terjebak tinggal disana ? biarkanlah “the
Majalayans” sendiri yang harus menjawab pertanyaan itu semua.
3
September 2012
0 Comments:
Post a Comment