Lembaga perwakilan rakyat sampai saat ini masih
menjadi sebuah lembaga yang dicaci, dimaki oleh masyarakat yang tanpa mereka
sadari bahwa keberadaan orang-orang itu bisa duduk di kursi empuk anggota dewan
perwakilan rakyat juga karena hasil pilihan masyarakat itu sendiri. Fenomena di
alam demokrasi Indonesia saat ini adalah fungsi keterwakilan para anggota dewan
tersebut yang semakin bias antara sebagai mewakili rakyat (baca : konstituen
dapilnya) dan mewakili partai politik yang menjadi kendaraan politiknya.
Dalam kacamata awam, para anggota dewan itu
mewakili rakyat secara utuh, jadi apapun keinginan rakyat harus dapat disuarakan
dan diprogramkan dalam pembangunan di daerahnya. Sangat Simpel. Namun dalam
kacamata real di lapangan, tentu tidak se simple itu. Karena pada dasarnya,
ketika dilaksanakan pemilu legislatif, rakyat itu sebetulnya lebih memilih
perwakilan partai politik yang akan menjadi anggota dewan. Jadi rakyat itu bisa
diibaratkan seorang yang memiliki stempel untuk kemudian diminta oleh para
calon legislator agar dapat menjadi anggota dewan. Jika para caleg itu dapat
meyakinkan konstituennya, maka stempel akan didapatkan, dan jadilah caleg itu
anggota dewan yang (sekali lagi) mewakili partai politiknya, bukan mewakili
rakyat.
Kenapa mewakili partai ? karena pada dasarnya,
keputusan – keputusan dalam setiap sidang paripurna ataupun sidang lain,
bukanlah hasil keputusan individu tapi keputusan (elite) para partai politik.
Kalau sebuah partai politik mengatakan keputusan partai itu adalah A, maka
jadilah A, meskipun individu anggota dewan tersebut lebih memilih B. jika tidak
dipatuhi, dianggap melawan garis kebijakan partai, mbalelo orang Koran bilang,
Akibatnya bisa sampai di recall, ditarik keanggotaannya dari anggota dewan,
diganti oleh orang lain. (Padahal bukankah mereka itu mewakili rakyat sehingga rakyatlah yang harusnya bisa
menentukan anggota dewan itu dilkeluarkan atau tidak, bukan semata-mata
keputusan dari partai politiknya).
Lalu mungkinkah jika kemudian lembaga
perwakilan tidak berpartai ? Menengok adanya konsep Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) saat ini, bukan tidak mungkin itu bisa saja terjadi disaat semua tatanan
demokrasi baik itu masyakatnya, legislatifnya dan pemerintahnya juga sudah
siap, maka bukan tidak mungkin terjadi pergeseran kewenangan dari DPR ke DPD
dan itu semua bebas dari kepentingan Partai Politik, baik itu kepentingan atas
nama rakyat atau atas nama ideologi partainya.
Kapan itu bisa terjadi ?
Yang pasti, Kita masih merindukan Lembaga
Perwakilan Rakyat yang sebenarnya. Seorang perwakilan yang bisa melepas jaket
partai saat menjadi wakil rakyat, yang artinya kepentingan rakyat lebih
diutamakan daripada kepentingan partai. Tapi adakah yang berani seperti itu ?
JIka ada tolong tunjuk tangan, saya akan
memilihnya menjadi wakil saya di parlemen.
8 September 2012
0 Comments:
Post a Comment