Jaman sekarang, jaman informasi. Siapa yang mempunyai informasi terlebih
dahulu, maka dia akan menguasai dunia. Kurang lebih begitu, dengang
dengung yang sering kita dengar di era boomingnya teknologi informasi
saat ini. Segalanya begitu instant, tak ada penyaringan. Segalah sesuatu
yang terjadi di kota Ujung Genteng, bisa terinformasikan dalam hitungan
menit ke Kota New York heuheu, bahkan sampai tampilan movie nya pun
bisa, tidak hanya berupa berita ataupun gambar, luar biasa.
Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat ini sejatinya
diimbangi juga dengan perkembangan teknologi dan struktur data yang
mumpuni. Namun kenyataan nya saat ini, sepertinya terjadi gap yang cukup
besar antara perkembangan teknologi informasi dengan teknologi basis
data, di semua sektor. Padahal, informasi tanpa data bagaikan sayur sop
tanpa wortel dan sayur soto tanpa sayur lobak xixixi, analogi yang pas.
Bicara konteks data di negara kita, sangat menyebalkan. Kenapa begitu ?
setidaknya ada 5 faktor yang membuat data begitu menyebalkan. Yang pertama,
kelembagaan. Jujur, sampai saat ini saya tidak begitu tahu kalau Badan
Pusat Statistik itu berada dibawah kementerian yang mana, apakah
langsung dibawah presiden atau di bawah suatu kementerian tertentu.
Kalau melihat dalam salah satu berita siy, Kepala BPS pusat dilantik
oleh Bu Armida, tapi kayanya bukan berarti berada di bawah salah satu
kementerian kayanya. Melihat sepak terjang BPS sekarang, sepertinya
mereka terlalu dominan dan terlalu jumawa. Betul, point pentingnya
karena mereka dilindungi oleh Undang-undang 16 tahun 1997. Tapi kalau
boleh ambil peribahasa, BPS itu seperti "agul ku payung butut". Terlalu
membanggakan dengan sesuatu yang sebenarnya sudah jelek, yang tidak
terlalu berfungsi dengan seharusnya. Boleh jadi, mungkin BPS sendiri pun
sudah menyadari hal itu, tapi karena mungkin ada hambatan pendanaan,
atau kendala lain, yang membuat BPS sendiri pun seperti tanpa upaya
memperbaiki "payung butut' kebanggaannya itu. Bukan tidak mungkin, akan
muncul banyak lembaga tandingan penyedia data yang lebih diminati oleh
stakeholders data. Yang kedua, ke "up to date" an. Dalam bahasa
simpelnya, kita harus bersabar selama 1 tahun atau 356 hari atau 8544
jam untuk bisa tahu data yang kita butuhkan saat ini. Ya ampuunn.
Misalnya, kita ingin tahu berapa jumlah penduduk kota Bandung pada hari
ini, 13 Oktober 2012, maka pastinya jawabannya akan kita bisa tahu pada
tahun depan, (mungkin) atau malah lebih lama. Ambil contoh lain yang
lebih susah, misalnya berapa jumlah produksi daging sapi s.d. triwulan 3
tahun 2012 ? pada dasarnya mungkin ada lembaga atau instansi yang bisa
mengeluarkan data tersebut, tapi yang menjadi ganjalannya adalah
keabsahan data tersebut. padahal memang instansi tersebut yang
menghitung data produksi daging untuk kemudian "dikirim" ke BPS
dan disahkan oleh BPS setelah masuk ke "daerah dalam angka" pada tahun berikutnya.....*whew
Yang ketiga, data yang disediakan oleh BPS, selalu sepotong, hanya bersifat umum, tidak mencapai kedalaman data. Padahal yang saya yakini, salah satu keberhasilan para peneliti yang ada adalah dapat menganalisa sesuatu secara detail, terperinci dan bersifat sangat khusus, tapi entah kenapa, data yang ditampilkan oleh BPS selalu yang bersifat umum. Suudzan nya saya, jangan-jangan data yang bersifat detail itu sebenarnya ada, tapi disembunyikan, dan akan diberikan (baca : dijual) kepada pihak-pihak yang membutuhkan, siapa tahu ? Yang keempat, harga data yang terlalu mahal. entah karena faktor apa yang membuat data di Indonesia begitu mahal. Ingin rasanya tahu, jika kita bisa menyusun suatu basis data yang ideal bagi semua kabupaten/kota, Provinsi dan Pemerintah Pusat, maka berapa jumlah anggaran yang dibutuhkan oleh BPS agar semua data itu dapat tersedia ? itu bisa menjadi salah satu obsesi buat siapa pun pemimpin negeri ini, membuat data begitu murah (buat rakyat). Yang ke lima, kerahasiaan data masyarakat. sangat aneh jika ada sebuah data, misalnya data rakyat miskin di suatu daerah, menjadi suatu data yang rahasia, kenapa ? saya pikir selama itu, data nya adalah data yang bersifat umum, dimana pencarian datanya itu juga menggunakan uang rakyat, kenapa harus dirahasiakan ? jangan terlalu takut untuk menyebarluaskan data, apa yang memang disembunyikan dari data itu ? apa itu mengganggu keamanan negara ? hahaha..........sejak kapan data rakyat miskin berpengaruh kepada keamanan negara ataukah (hanya) mengganggu "keamanan" penguasa suatu daerah ? ah, nonsense.
dan disahkan oleh BPS setelah masuk ke "daerah dalam angka" pada tahun berikutnya.....*whew
Yang ketiga, data yang disediakan oleh BPS, selalu sepotong, hanya bersifat umum, tidak mencapai kedalaman data. Padahal yang saya yakini, salah satu keberhasilan para peneliti yang ada adalah dapat menganalisa sesuatu secara detail, terperinci dan bersifat sangat khusus, tapi entah kenapa, data yang ditampilkan oleh BPS selalu yang bersifat umum. Suudzan nya saya, jangan-jangan data yang bersifat detail itu sebenarnya ada, tapi disembunyikan, dan akan diberikan (baca : dijual) kepada pihak-pihak yang membutuhkan, siapa tahu ? Yang keempat, harga data yang terlalu mahal. entah karena faktor apa yang membuat data di Indonesia begitu mahal. Ingin rasanya tahu, jika kita bisa menyusun suatu basis data yang ideal bagi semua kabupaten/kota, Provinsi dan Pemerintah Pusat, maka berapa jumlah anggaran yang dibutuhkan oleh BPS agar semua data itu dapat tersedia ? itu bisa menjadi salah satu obsesi buat siapa pun pemimpin negeri ini, membuat data begitu murah (buat rakyat). Yang ke lima, kerahasiaan data masyarakat. sangat aneh jika ada sebuah data, misalnya data rakyat miskin di suatu daerah, menjadi suatu data yang rahasia, kenapa ? saya pikir selama itu, data nya adalah data yang bersifat umum, dimana pencarian datanya itu juga menggunakan uang rakyat, kenapa harus dirahasiakan ? jangan terlalu takut untuk menyebarluaskan data, apa yang memang disembunyikan dari data itu ? apa itu mengganggu keamanan negara ? hahaha..........sejak kapan data rakyat miskin berpengaruh kepada keamanan negara ataukah (hanya) mengganggu "keamanan" penguasa suatu daerah ? ah, nonsense.
Sudah
hampir belasan tahun, sejak saya mulai merasa “melek data”, nampaknya belum ada
perubahan yang signifikan terhadap perbaikan basis data di tanah air ini. dan
sampai sekarang pun, karena saya berstatus sebagai user data, tidak berkaitan
secara langsung dengan kebijakan pendataan, hanya bisa duduk dan berteriak
kesana sini tentang adanya gap perkembangan teknologi informasi dan basis data
yang ajeg. Semoga para pemimpin negeri ini memberi perhatian lebih kepada pentingnya
ketersediaan data yang akurat, real
time, dan komprehensif ini, sehingga data tidak lagi menyebalkan.
14 oktober 2012
at
6:34 AM
Sumber: http://abatabee.blogspot.com/2012/10/data-itu-menyebalkan.html
0 Comments:
Post a Comment