Salah satu ujian loyalitas bagi seorang bawahan manakala diminta
melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan hati nuraninya,
bertentangan dengan norma, bertentangan dengan akal sehatnya dan
bertentangan dengan keyakinannya !
Bagi Udin, seorang pekerja dengan penghasilan yang pas-pasan, segala
yang berkaitan dengan pengeluaran keuangan harus di kelola dan
direncanakan dengan baik. Betapa tidak, 2 orang anaknya saat ini, sedang
bersiap menempuh ujian akhir di sekolah, Asep, si sulung, sudah duduk
di kelas 9, bersiap masuk ke sma sedangkan Emma, anaknya yang nomor 2,
juga sedang bersiap ujian masuk ke smp. Sedangkan Atep, si bungsu,
sekarang baru sekolah di kelas 4 sekolah dasar. Adapun istri Udin, tidak
bekerja secara tetap, dia hanya menerima jasa cuci dan setrika pakaian
di sekitaran rumahnya.
Satu hal yang menjadi pemikiran Udin saat ini adalah dirinya harus
bersiap menyisihkan uang dari pendapatannya itu untuk biaya sekolah
anaknya tahun depan, karena menurut seorang tetangga sebelah rumahnya,
biaya masuk ke smp dan sma saat ini sudah sangat mahal, butuh uang
berjuta-juta untuk bisa masuk ke sekolah yang bagus. Bukan
gimana-gimana, sudah tertanam dari awal saat anak pertama nya, Asep
dilahirkan, ada satu tekad yang Udin bisikan kepada anaknya, "Bapak ga
bisa menjanjikan kehidupan dan kekayaan yang berlimpah buat mu Nak, tapi
hanya satu hal yang Bapak berani berjanji, Kamu tidak akan putus
sekolah, Bapak akan berusaha mencari uang agar kamu bisa sekolah
setinggi tingginya", hanya itu janjinya. Janji menyekolahkan
anak-anaknya setinggi-tingginya !!
Sebagai bukti dari janjinya itu, lebih dari 30% dari uang gajinya, Udin
langsung menyisihkan buat biaya sekolah anak-anaknya. "Biarlah saya
hidup berkekurangan saat ini, asalkan anak bisa tetap sekolah sampai
sarjana" demikian yang ada dalam benak Udin.
Selain buat biaya sekolah, sesungguhnya Udin juga menyisihkan uang
setiap bulannya sekitar 150 ribu, yang dia masukan kedalam sebuah
celengan berbentuk kambing yang dia beli di Kebun Binatang. Kenapa
celengan kambing yang Udin pilih ? karena memang uang yang dia masukan
ke celengan itu adalah uang tabungan Qurbannya. Sejak bujangan,
kebiasaan membeli celengan kambing ini sudah Udin lakukan, hanya
bedanya dengan sekarang, kalau dulu isinya kebanyakan uang recehan
logam, kalau sekarang kebanyakan uang kertas. Selembar uang seratus
ribu, dia masukan pada setiap tanggal 1 selesai dia mendapatkan gaji
bulanannya, sedangkan sisanya adalah uang - uang kertas seribu atau dua
ribu an yang dia masukan setiap hari.
Tentang Qurban ini, Udin sangat paham kalau sifatnya itu "Sunat
Muakaddah", ibadah sunat yang sangat diharuskan. Dalam salah satu
keterangan yang Udin dengar saat solat jum'at, Khotib saat itu
menyatakan bahwa ada satu hadist atau ayat Qur'an yang menyatakan
seperti ini : "janganlah kalian memasuki tempat solat jika kamu termasuk
orang yang mampu tapi tidak melaksanakan ibadah Qurban". Bergetar hati
Udin saat itu, seraya bingung dengan definisi "orang yang mampu". lalu
muncul banyak pertanyaan dalam dirinya, "apa definisi orang yang mampu
itu ya ?" "apa indikator nya ?" apakah sebuah keluarga yang mempunyai tv
di rumahnya, walaupun dia punya banyak hutang, termasuk kategori wajib
Qurban ?" "apakah saya termasuk orang yang mampu ?" pertanyaan -
pertanyaan lain terus bermunculan. Hal positif yang kemudian sikapi
adalah dengan harga kambing yang cukup mahal buat Udin, maka dia harus
mempunyai celengan khusus buat Qurban. Dan sejak saat itu, 15 tahun yang
lalu, dia selalu membeli celengan berbentuk kambing di deket Kebun
Binatang pada minggu pertama setelah Idul Adha. Ada suatu kepuasan
tersendiri bagi Udin kalau bisa berqurban setiap tahun. Udin selalu
membeli kambing/domba yang bagus untuk berqurban, dan dititipkan di
masjid yang dekat dengan tempat tinggalnya, yang selalu menjadi tempat
sholat Udin dikala adzan subuh memanggilnya. adapun dhuhur, ashar,
maghrib dan isya, biasanya Udin sholat di mushola tempat dia bekerja.
Walau kemudian hewan qurbannya itu dititipkan di DKM, Udin selalu
menyembelih hewan qurbannya dengan tangannya sendiri, karena memang
lebih utama demikian, lalu dengan rekan-rekan di DKM yang lain,
bersama-sama untuk menguliti, membersihkan dan membagikan daging hewan
qurban itu ke yang berhak menerimanya. Berqurban menjadi sebuah ritual
tahunan yang penuh makna buat Udin, makna pengorbanan seorang hamba
kepada Tuhannya.
Namun, pada Idul Qurban tahun ini, ada satu yang mengganjal pikirannya,
yaitu saat pimpinan baru di kantornya, yang memang seorang ustadz,
mengeluarkan kebijakan bahwa setiap karyawan harus berqurban di kantor
untuk kemudian disalurkan ke lembaga/yayasan yang telah ditentukan oleh
kantornya. Mendengar kebijakan pimpinan kantornya itu, Udin langsung
gelisah, masih belum mengerti, kenapa seorang pimpinan kantor
mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang "ibadah" seseorang. Padahal
menurut pemikiran sederhana Udin, berqurban itu merupakan suatu
kewajiban yang melekat bagi seorang hamba-Nya bukan bagi seorang
karyawan kantor, jadi kenapa kantor harus turut campur mengatur tentang
hal ini ?
Satu hal yang Udin yakini, bahwa jika Udin mematuhi kebijakan
pimpinannya itu, maka Udin akan kehilangan makna Idul Qurban yang telah
dia nikmati dan rasakan hampir 15 tahun belakangan ini. Entah kenapa,
Udin masih belum rela untuk memecahkan celengan berbentuk kambing nya
itu jika harus berqurban di kantornya.
Lalu kemudian Udin mencoba ber andai - andai, apa yang terjadi jika Udin
tidak berqurban di kantor nya ? apa dia akan dipecat ? apa dia akan
diberi Surat Peringatan oleh HRD kantor nya ? ataukah Pimpinan kantornya
nya itu akan menyalahkan secara individu dan membencinya karena
dianggap tidak loyal ke atasan ? atau kah seperti apa ? Jika dia dipecat
kerja, lalu bagaimana dengan biaya sekolah anak-anaknya ? karena pada
jaman sekarang, bukan hal gampang mencari kerja buat seorang yang telah
berumur seperti Udin.
Idul Qurban tinggal 6 hari lagi, Udin masih bingung dengan tindakan yang
akan dia lakukan......masih belum mengerti dengan apa yang terjadi.
Udin hanya bisa kemudian pasrah, menyerahkan semuanya kepada Allah,
"saya akan solat istikharah malam ini, semoga Allah memberi keyakinan
kepada hati ini, bagaimana saya harus bersikap" gumam Udin sambil
mengayuh sepeda lipat hitam menuju tempat kerjanya.
20 Oktober 2012.
0 Comments:
Post a Comment