Buat seorang anak yang terlahir ke dunia pada
zaman millennium, tahun 2000 an ke atas, saya yakin tidak begitu mengenal akan
arti pentingnya prangko, kartu pos, kode pos, bis surat, dan tukang pos tentunya.
padahal pada jamannya dulu, semua itu adalah media komunikasi yang sangat
penting dan vital. Masih ingat dulu pada jaman tahun ‘90 an, dimana ada suatu
kebanggaan berlebih buat para tukang pos yang mengantarkan surat, berkeliling
dari rumah ke rumah, menggunakan sepeda ataupun sepeda motor.
Biasanya mereka datang pukul 9 – 10 an setiap
hari, jadi pada jam – jam segitu, buat orang-orang yang menanti surat penting,
misalnya surat penerimaan kerja, surat panggilan kerja ataupun surat tanda
kelulusan dari sekolah, maka pada jam segitu, wajib hukumnya untuk nongkrong di
depan teras rumah menanti pak pos datang. Namun juga sebaliknya, buat
orang-orang yang akan mengirimkan surat, pasti akan juga menanti datang nya pa
pos, karena dapat menitipkan surat yang akan kita kirimkan. Lumayan, bisa
menghemat waktu, tidak perlu pergi ke bis surat atau ke kantor pos terdekat.
Bis surat saat ini masih banyak terdapat di
tempat-tempat tertentu, namun kalau melihat selintas, Nampak tidak terawat dan
entah, apa masih suka ada petugas yang rutin mengecek surat nya setiap hari
atau tidak, *curiganya siy tidak setiap
hari :p. Btw, Kapan terakhir anda berkirim surat menggunakan prangko ? heuheu,
suatu aktivitas yang sangat langka saat ini. Pernahkah anda coba pergi kewarung atau ke
minimarket untuk sekedar menjawab rasa penasaran, apakah mereka ini menjual
prangko ? prangko dengan gambar presiden Soeharto ? xixixi. Anda yang berumur
tidak jauh dengan saya, pasti tidak akan pernah lupa akan prangko dengan gambar
Pa Harto. Oh ya, dan tukang pos akan menjadi orang yang sangat sibuk pada saat
menjelang idul fitri. Kenapa ? yup, karena pada saat itu, orang –orang muslim
di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, saling mengirimkan kartu ucapan
selamat idul fitri. Saya saja waktu itu, padahal masih sekolah dasar ataupun menengah,
bisa sampai mengirimkan 20 surat ucapan selamat idul fitri. Perhitungan nya
sangat sederhana, berapa jumlah penduduk muslim yang hidup di kota yang berusia
diatas 10 tahun dikalikan dengan harga prangko Rp.200. Belum lagi jika
seseorang itu mengirimkan surat ucapan lebih dari satu surat, maka dapat
dibayangkan, PT. Pos saat itu, mendapatkan omset idul fitri yang sangat berlimpah.
Ingin rasanya saya berbincang dengan para
pekerja pos yang sudah bekerja disana sangat lama. Apakah mereka menyadari bahwa
akan ada suatu teknologi yang akan menggantikan peran dan fungsi PT Pos di kemudian hari ? Apakah orang-orang
itu mengetahui bahwa perusahaan mereka bekerja akan terpinggirkan fungsinya di
masyarakat ? ingin rasanya bertanya seperti itu.
Melihat kondisi saat sekarang, Pt Pos itu tak
ubahnya bagai Perusahaan Titipan Kilat (TIKI) atau JNE dalam skala yang besar,
tidak lebih dari itu. Dengan mengandalkan sisa-sisa infrastruktur yang dulu dan
jaringan yang lebih banyak dan menyebar sampai ke pelosok, PT Pos saat ini
lebih menjual jasa pengiriman paket atau barang ke daerah terpencil. Karena
untuk kota-kota besar, entah kenapa, TIKI atau JNE lebih disukai oleh
masyarakat daripada ke PT Pos.
Yang terakhir, moga para founding fathers PT
Pos tidak membenci para penemu teknologi komunikasi baik itu, baik itu seluler
maupun internet xixixi
14
September 2012 *abatabee (seorang cucu tukang pos)
0 Comments:
Post a Comment