Satu hal positif yang didapatkan dari sebuah pelatihan adalah adanya
sebuah ilmu dan ajaran kehidupan baru yang merasuk kedalam pikiran dan kemudian hati mengiyakan untuk dijadikan
prinsip dalam menjalani hidup di dunia ini.
Prinsip yang selalu ditekankan
sejak sekolah dasar adalah manusia itu merupakan mahluk sosial bukan mahluk
individual. Jadi syariatnya, manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia, harus
bersosialisasi dengan manusia yang ada disekelilingnya.
Oleh karena itu, ditanamkan lah banyak
“jurus” dan “tips” dalam bergaul sesuai dengan butir-butir Pancasila, khususnya
Sila ke 2 Pancasila, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Adapun jumlah
butir-butir Pancasila siy dulu jumlahnya masih 50, entah sekarang dan juga gak tahu apakah masih
ada pelajaran-pelajaran tentang butir-butir pancasila itu sekarang di dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah di negara tercinta ini.
Jurus-jurus itu diantaranya :
tenggang rasa, saling menghormati, saling menghargai, suka menolong, menjunjung
tinggi hak – hak orang lain dan
sebagainya. Sesungguhnya, jika saat ini jurus jurus itu masih dipergunakan
dalam kehidupan sehari-hari, maka dipastikan tidak ada warga suatu daerah yang
bersifat individualis dan merasa hidup sendiri serta konflik yang terjadi di
masyarakat dapat diminimalisir dan dicegah sedini mungkin. Namun karena euforia
reformasi yang berlebihan, dan rasa apriori yang sangat tinggi terhadap
ajaran-ajaran Orde Baru, sehingga kitab kuning dari jurus-jurus itu (nampaknya)
tidak diwajibkan untuk dipelajari oleh murid-murid sekolah dasar saat ini.
Hal tersebut diperparah seiring
dengan perkembangan isu global dimana issu lingkungan semakin mekemuka dan
kemudian dikaitkan dengan terjadinya perubahan iklim akibat efek gas rumah
kaca, maka konsep manusia sebagai mahluk ekologis lebih menjadi perhatian
banyak orang di dunia saat ini . Manusia sebagai mahluk ekologis dapat
diartikan secara harfiah merupakan sebuah konsep yang menekankan bahwa manusia
itu bukan satu-satunya mahluk yang ada di muka bumi ini, tetapi manusia itu
hanyalah satu bagian dari keseluruhan sistem lingkungan yang ada. Jadi manusia
harus dapat menjalankan peran dalam menjaga sistem alam ini dapat berjalan
secara seimbang. Ironisnya, perilaku manusia sendiri lah yang cenderung lebih banyak
melakukan kerusakan ke alam. Alih-alih menjaga lingkungan agar tetap baik, tapi
malah turut serta merusak dan melakukan eksplorasi besar-besaran dengan dalih
“kepentingan ekonomi”.
Padahal jika kita meng analogikan
bahwa lingkungan hidup itu adalah manusia juga, maka kita sudah tinggal
menerapkan jurus-jurus dari butir-butir Pancasila itu ke lingkungan sekitarnya,
Jurusnya tetap sama tapi objeknya berbeda. Kita tinggal menerapkan bagaimana cara
tenggang rasa ke lingkungan, menghormati lingkungan, menghargai lingkungan dan
hak-hak apa saja yang dimiliki oleh lingkungan. Dengan jurus-jurus seperti itu
saja, bisa dibilang sudah lebih dari cukup dalam upaya mencegah kerusakan
lingkungan.
Kembali ke awal, jika banyak
pelatihan dewasa ini lebih menekankan kepada pesertanya tentang posisi manusia
itu sebagai seorang mahluk ekologis, lalu bagaimana nasib manusia sebagai
mahluk sosial ? akankah hilang ditelan tertindas oleh isu lingkungan hidup ?
bukan tidak mungkin itu terjadi.
12 September 2012
0 Comments:
Post a Comment